Sebuah
NGO berbasis di Eropa menyatakan pada komisi perdagangan Uni Eropa untuk
memboikot CPO dari Indonesia, karena produksi CPO di Indonesia mengakibatkan
kerusakan lingkungan, seperti :
1.
Rusaknya hutan hujan tropis sebagai paru-paru dunia dan rumah berbagai
spesies
2.
Mengakibatkan hilangnya berbagai spesies
3.
Hilangnya potensi alam yang bisa dimanfaatkan oleh generasi yang akan
datang
4.
Mengakibatkan kemiskinan penduduk setempat karena penguasaan lahan tidak
adil
5.
Berubahnya kebudayaan masyarakat setempat akibat masuknya pendatang
sebagai pekerja di wilayah tersebut
Sebagai
respon terhadap tuduhan LSM tersebut, perhimpunan perkebunan kelapa sawit
Indonesia Mandiri menjelaskan sebagai berikut, bahwa himbauan LSM tersebut
merupakan taktik dagang dari produsen minyak nabati di Eropa yang terganggu
oleh produksi minyak kelapa sawit CPO yang menguasai lebih dari 56% minyak
nabati dunia. Dan jika Masyarakat Ekonomi Eropa mengikuti penjelasan tersebut,
Masyarakat Ekonomi Eropa melanggar perjanjian perdagangan bebas WTO
Pertanyaan
:
a.
Berikan kritik terhadap jawaban dari Perhimpunan Kelapa Sawit Indonesia
Mandiri
b.
Berikan jawaban alternatif dari Perhimpunan Kelapa Sawit Indonesia Mandiri.
JAWAB :
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, maka perlu
dikaji beberapa dampak negative dan dampak positif dari beberapa aspek. Sehingga
kita dapat memeri jawaban dan alternative yang tepat.
Peran
bisnis
Kelapa sawit adalah komoditas pertanian yang paling
menguntungkan di Indonesia dengan kemampuan yang telah terbukti untuk
mempercepat pertumbuhan ekonomi dan mengentaskan kemiskinan pada
wilayah-wilayah terbelakang melalui penciptaan lapangan kerja dan peluang bagi
petani kecil untuk mengembangkan perkebunan 20. Namun demikian ini terbukti
memiliki dampak sosial dan lingkungan hidup yang signifikan. Sektor
kelapa sawit serta bubur kayu dan kertas merupakan
pemicu signifikan dari perubahan tata guna lahan yang bertanggung jawab bagi
80% emisi Indonesia. Khususnya dalam pengeringan, dekomposisi dan pembakaran
lahan gambut.
Aspek Lingkungan Perkebunan Kelapa Sawit
Perluasan perkebunan kelapa sawit
telah mengakibatkan pemindahan lahan dan sumberdaya, perubahan luar biasa
terhadap vegetasi dan ekosistem setempat. Lingkungan menjadi bagian yang sangat
rawan terjadi perubahan kearah rusaknya lingkungan biofisik yang terdegredasi
serta bertambahnya lahan kritis. apabila dikelola secara tidak bijaksana. Aspek
lingkungan mempunyai dimensi yang sangat luas pengaruhnya terhadap kualitas
udara dan terjadinya bencana alam seperti kebakaran, tanah longsor, banjir dan
kemarau akibat adanya perubahan iklim global.
Hutan mempunyai fungsi ekologi yang sangat penting, antara lain, hidro-orologi,
penyimpan sumberdaya genetik, pengatur kesuburan tanah hutan dan iklim serta
rosot (penyimpan, sink) karbon, Hutan juga berfungsi sebagai penyimpan
keanekaragaman hayati. Ekspansi perkebunan kelapa sawit memiliki dampak-dampak
besar bagi penduduk Indonesia Umumnya, khususnya Masyarakat di Kalimantan dan
Sumatra yang merupakan basis area perkebunan kelapa sawit terluas di Indonesia.
Kerusakan dan degradasi hutan menyebabkan perubahan iklim dengan dua cara.
Pertama, menggunduli dan membakar hutan melepaskan karbondioksida ke atmosfir
dan kedua, wilayah hutan yang berfungsi sebagai penyerap karbon berkurang.
Peran hutan dalam mengatur iklim sangat penting sehingga jika kita terus
menghancurkan hutan tropis, maka kita akan kalah dalam memerangi perubahan
iklim. Hutan adalah rumah bagi keanekaragaman hayati dunia -- jutaan binatang
dan tumbuhan. Terlebih lagi, jutaan masyarakat asli hutan bergantung kepada
hutan sebagai sumber kehidupan mereka.
Aspek Sosial Budaya
Pembangunan sebagai proses kegiatan yang berkelanjutan memiliki dampak yang
luas bagi kehidupan Masyarakat. Dampak tersebut meliputi perubahan lingkungan
yang berpengaruh terhadap ekosistem, yaitu terganggunya keseimbangan lingkungan
alam dan kepunahan keanekaragaman hayati(biodiversity). Terhadap
kehidupan Masyarakat, dapat membentuk pengetahuan dan pengalaman yang akan
membangkitkan kesadaran bersama bahwa mereka adalah kelompok yang
termaginalisasi dari suatu proses pembangunan atau kelompok yang disingkirkan
dari akses politik, sehingga menimbulkan respon dari Masyarakat yang dapat
dianggap mengganggu jalannya proses pembangunan.
Paradigma pembangunan pada era otonomi daerah memposisikan Masyarakat sebagai
subjek pembangunan yang secara dinamik dan kreatif didorong untuk terlibat
dalam proses pembangunan, sehingga terjadi perimbangan kekuasaan (power
sharing) antara pemerintah dan Masyarakat. Dalam hal ini, kontrol dari
Masyarakat terhadap kebijakan dan implementasi kebijakan menjadi sangat penting
untuk mengendalikan hak pemerintah untuk mengatur kehidupan Masyarakat yang
cenderung berpihak kepada pengusaha dengan anggapan bahwa kelompok pengusaha memiliki
kontribusi yang besar dalam meningkatkan pendapatan daerah dan pendapatan
nasional.
Aspek Ekonomi Perkebunan Kelapa Sawit
Perekonomian suatu daerah yang
dimasuki oleh suatu investasi besar sudah bisa dipastikan akan berkembang
dengan pesat. Hal ini dapat dilihat di beberapa daerah yang menjadi lokasi
perusahaan besar seperti di daerah Riau yang berkembang pesat melalui investasi
perusahaan perkebunan, pulp and paper, perusahaan HPH, dan lain-lain.
Kelapa sawit merupakan salah satu
komoditi perkebunan sebagai penghasil minyak kelapa sawit (CPO- crude palm oil)
dan inti kelapa sawit (CPO) yang merupakan salah satu sumber penghasil devisa
non-migas bagi Indonesia. Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam
perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk
memacu pengembangan areal perkebunan kelapa sawit. Perkembangan sub-sektor
perkebunan kelapa sawit di Indonesia tidak lepas dari adanya kebijakan
pemerintah yang memberikan berbagai insentif.
Tinjauan kebijakan
Pada Oktober 2009, Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono berkomitmen untuk mengurangi emisi C02 sampai 26%
dibandingkan lintasan bisnis seperti biasa pada 2020. 87% dari reduksi ini
dicadangkan untuk berasal dari hutan dan lahan gambut. Rencana Aksi Nasional
Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN GRK) ditetapkan pada bulan September 2011
dengan keputusan presiden. Ini menggambarkan alokasi sektoral untuk pencapaian
target ini dan meletakkan kerangka kerja bagi seluruh 33 provinsi untuk
mengembangkan rencana aksi provinsi mereka dan berkontribusi terhadap target nasional.
BAPPENAS mengkoordinasikan proses dan telah mengembangkan dan meluncurkan
panduan untuk implementasi pada tingkat sub nasional antara 2010-2020. Rencana
yang dibuat harus memperhitungkan prinsip-prinsip dan prioritas pembangunan
nasional, potensi mitigasi dan kesesuaian dengan masing-masing sektor dan menuntut pendanaan
untuk implementasi.
Pada bulan Mei 2011 suatu
moratorium presiden diterbitkan tentang konversi hutan primer dan alami serta
lahan gambut. Pada bulan Mei 2013 ini diperpanjang lagi untuk dua tahun ke
depan. Perpanjangan ini akan memberikan lebih banyak waktu untuk pemerintah nasional dan daerah
untuk memperbaiki proses-proses perencanaan tata guna lahan dan penerbitan izin-izin,
juga memperkuat pengumpulan data dan sistem informasi, dan melanjutkan
pengembangan kelembagaan dan mekanisme yang akan membantu mencapai tujuan
pembangunan rendah emisi Indonesia. Ini terkait dengan inisiatif Satu Peta
REDD+ yang bermaksud untuk menyelesaikan isu-isu perijinan dengan mengembangkan
standar pemetaan bersama, yang berarti bahwa peta-peta kementerian yang berbeda
telah sesuai dan bahwa peta dasar dapat ditumpangtindihkan dan dibandingkan
untuk melihat bagaimana mereka terkait. Ini mengurangi risiko bagi
bisnis-bisnis dengan memberikan kepastian yang lebih besar dan melalui sebuah
peta bersama yang digunakan oleh semua instansi memberikan titik awal untuk
menyelesaikan hak pemanfaatan lahan yang saling bertentangan.
Untuk membantu finalisasi rencana
tata ruang, pada bulan September 2013 Presiden Yudhoyono menerbitkan suatu
instruksi yang dimaksudkan untuk mempercepat dan menyelesaikan proses
perencanaan tata ruang bagi semua provinsi di Indonesia. Peraturan ini (Inpres
8.2013) menindaklanjuti isu sengketa Kawasan Hutan. Keputusan ini menetapkan
bahwa wilayah yang masih dipersengketakan antara pemerintah provinsi dengan
Kementerian Kehutanan seharusnya diklasifikasikan sebagai‘ Holding Zone’. Ini
akan memungkinkan rencana tata ruang untuk areal yang tersisa dapat
difinalisasi dan dilegalkan.
Indonesia juga menerapkan dan
menasionalisasikan sejumlah mekanisme internasional termasuk standar
sertifikasi yang diaudit pihak ketiga untuk kelapa sawit ISPO (standar Kelapa
Sawit Berkelanjutan Indonesia) yang bertujuan untuk memastikan kepatuhan
terhadap peraturan Indonesia yang berlaku bagi semua petani, termasuk
penelusuran dan pelaporan tentang emisi gas rumah kaca.
Standar SVLK adalah suatu sistem
verifikasi legalitas kayu yang diterapkan mulai Januari 2013, dan diterbitkan
oleh Kementerian Kehutanan dan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. Ini
menjadi bagian dari FLEGT Voluntary Partnership Agreement (FLEGT VPA) dengan
Uni Eropa, yang bertujuan untuk meningkatkan tata kelola sektor kehutanan dan
memastikan bahwa kayu dan hasil hutan kayu yang diimpor ke Uni Eropa dihasilkan
sesuai dengan undang-undang dan peraturan negara mitra.
Kritik
Berdasarkan kasus tersebut, jawaban dari Perhimpunan Kelapa Sawit Indonesia Mandiri tidak sesuai dengan
protes yang diberikan oleh pihak NGO. Dimana jawaban yang diberikan Perhimpunan Kelapa Sawit Indonesia Mandiri berupa tuduhan
kembali terhadap pihak NGO yang mengatakan bahwa LSM tersebut merupakan taktik dagang dari
produsen minyak nabati di Eropa yang terganggu oleh produksi minyak kelapa
sawit CPO yang menguasai lebih dari 56% minyak nabati dunia. Jawaban pihak CPO
ini sangat tidak relevan dengan protes yang diberikan. Sehingga jawaban
tersebut tidak akan menyelesaikan masalah.
Alternative
Dampak dampak
yang ditimbulkan oleh perkebunan kelapa sawit memang cukup besar, namun bukan
berarti tidak ada solusi dalam menagani masalah tersebut.
Seharusnya Seharusnya
CPO memberikan jawaban
yang relevan terhadap kritik atau protes yang dilontarkan oleh Lembaga NGO. Duduk bersama dan
mencari solusi terhadap permasalah-permasalahan tersebut adalah hal yang wajib
dilakukan oleh CPO
bersama dengan Masyarakat, Pemerintah dan Lembaga Lingkungan, karena tidak dapat dipungkiri bahwa perkebunan
kelapa sawit menibulkan dampak negative yang cukup luas, akan tetapi dampak
positifnya pun sangat besar terhadap perekonomian daerah dan Negara. Dengan
duduk bersama, diharapkan dapat menghasilkan solusi untuk menekan dampak
negatif yang ditimbulkan oleh perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
Dan seharusnya pihak CPO harus mempunyai
prinsip-prinsip pengelolaan kelapa sawit yang berkelanjutan. Dengan prinsi-prinsip:
1. Kewajiban terhadap transparansi
2. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku
3. Komitmen terhadap viabilitas keuangan dan ekonomis
jangka panjang
4. Penerapan praktik-praktik terbaik dan tepat oleh
pengusaha perkebunan dan pabrik mminyak sawit
5. Tanggung jawab lingkungan dan konservasi sumber daya
dan keanekaragaman hayati
6. Pertimbangan bertanggung jawab atas pekerja, individu
dan komunitas yang terpengaruh oleh kegiatan pengusaha perkebunan dan pabrik
minyak sawit
7. Pengembangan penanaman baru secara bertanggung jawab
8. Komitmen untuk perbaikan terus-menerus dalam area-area
kegiatan utama.
Referensi :
RSPO (2010): RSPO-Procedures for new
Oil Palm Planting. Guidance Document. http://www.rspo.org/files/resource_centre/keydoc/6%20en_RSPO%20Procedures%20For%20New%20Oil%20
Palm%20Plantings.pdf
http://www.spi.or.id/wp-content/uploads/2011/03/2011-03-24-Policy-Paper-Sawit-satu-abad-sawit-di-Indonesia.pdf